Singapura jadi salah satu negara dengan tingkat keamanan siber tertinggi di dunia. Sementara, Indonesia masih belum bisa masuk ke peringkat 50 besar untuk keamanan siber secara global.
Gubernur Lemhannas, Andi Widjajanto, menyoroti tiga kelemahan Indonesia di bidang siber. Mulai dari sumber daya manusia, anggaran, dan lemahnya adopsi teknologi.
Indonesia setidaknya membutuhkan 9 juta talenta digital dalam 10 tahun. Sayangnya, setiap tahunnya hanya bisa mencetak puluhan ribu saja.
“Kominfo jaman pak Rudiantara sudah pernah menghitung. Indonesia dalam 10 tahun butuh 9 juta talenta digital. Dari 9 juta kemampuan kita bergerak naik 30 ribu ke 60 ribu per tahun,” jelas Andi dalam program Profit CNBC Indonesia, Jumat (11/8/2023).
Dia menambahkan, “katakanlah 50 ribu untuk menghasilkan 9 juta talenta siber berarti kan butuh waktu 90 tahun”.
Sementara dari segi anggaran, pertahanan siber hanya mengantongi Rp 7 triliun. Jumlah itu merupakan gabungan dari kementerian/lembaga yang menangani soal dunia maya, yakni BSSN, Kementerian Kominfo, TNI dan Polri, hingga intelijen.
“Yang menjalankan fungsi terbesarnya adalah BSSN, tapi justru unit-unit ini memiliki anggaran terkecil sekitar Rp 700 miliar dari kebutuhan Rp 3 triliun,” kata Andi.
Karena SDM dan anggaran tidak bisa terwujud dengan baik, maka poin soal adopsi teknologi juga masih bermasalah. Andi mengatakan Indonesia masih bergantung pada teknologi yang ada saat ini.
“Itu masalah terberat untuk Indonesia hari ini,” ucapnya.
Sementara itu, dia menjelaskan Singapura telah memiliki angkatan digitalnya sendiri untuk mengantisipasi permasalahan di ruang siber. Namun proses yang dilalui butuh waktu panjang mencapai 7 tahun.
“Singapura sudah mengantisipasi ini ketika berproses 7 tahun 2014-2015 berproses 28 Oktober 2022 membentuk angkatan digital dan intelijen,” kata Andi.
Sumber: CNBC