JAKARTA– Sejarah dan asal usul Saranjana, sebuah kota mistis yang dipercayai publik ada di Kalimantan kini tengah jadi perbincangan. Sebelumnya, Kota Saranjana sempat viral di media sosial setelah seorang wanita tanpa sengaja berfoto dengan latar belakang kota tersebut.
Dalam foto yang beredar, wanita tersebut tampak berada di balkon Bukit Mamake, Kotabaru, Kalimantan Selatan. Di belakangnya terdapat lampu-lampu kota yang terang, namun menurut pengakuannya di belakang tempat tersebut tidak ada pemukiman sama sekali.
Setelah foto tersebut viral, banyak warganet yang mencoba mengulik sejarah dan asal-usul Saranjana.
Dilansir dari berbagai sumber, Selasa (12/12/2023), Saranjana diyakini sebagai kota mistis atau kota gaib yang tidak semua orang bisa melihatnya. Asal-usul namanya pun masih menjadi misteri.
Salah satu yang banyak dipercaya masyarakat setempat, Kota Saranjana berasal dari Legenda Kerajaan Pulau Halimun. Dalam legenda tersebut diceritakan Raja Pakurindang memiliki dua orang putra, yakni Sambu Batung dan Sambu Ranjana.
Kedua putra Raja Pakurindang diketahui sering berkelahi. Oleh karena itu, keduanya akhirnya dipisah. Sambu Batung dan Putri Perak diberikan tanah di utara pulau yang menjadi cikal bakal Gunung Sebatung. Sementara Sambu Ranjana diberi tanah gaib di selatan pulau untuk melanjutkan hidup menutup diri yang akhirnya membentuk Kota Saranjana.
Dalam perspektif yang lain juga disebutkan Saranjana merupakan wilayah kekuasaan Suku Dayak Samihim yang mendiami daerah timur laut Kalimantan Selatan.
Dipercaya kerajaan tersebut sudah ada sejak 1660-an dan dikepalai oleh Sambu Ranjana. Semua anggota suku masih menganut kepercayaan animisme. Namun, seiring berjalannya waktu Sambu Ranjana mulai menganut agama Hindu.
Hingga pada akhirnya seluruh anggota Suku Dayak Samihim meninggalkan daerah Saranjana karena adanya perang dengan kekuatan asing. Kendati demikian, wilayah Saranjana masih menjadi pusat kekuasaan Suku Dayak Samihim.
Meski keberadaan dan asal usulnya masih menjadi misteri, namun Kota Saranjana rupanya pernah tercatat dalam peta kuno. Di antaranya adalah peta Salomon Muller 1854, peta Isaac Dornseiffen 1868, kamus Pieter Johannes Veth 1869, hingga Sketch Map of the Residency Southern and Eastern Division of Borneo 1913.
Sumber: Okezone